Siapa diantara kita yang merasa aman dari
penyimpangan, yang dulunya taat kepada Allah Ta’aala sekarang menjadi tidak
taat, yang dulunya diatas sunnah sekarang menjadi penyuru bid’ah, yang dulu
tegas dan jelas dengan orang-orang yang menyimpang sekarang bersikap membela.
Tentu kita tidak merasa aman, coba kita lihat bagaimana kekhawatiran Nabi
Ibrahim alaihissalam dari dirinya terjatuh kepada perbuatan syirik yang hal ini
tidak mungkin terjadi pada beliau. Allah Subhaanahu wata’ala berfirman:
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأَصْنَامَ
رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ
“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku
daripada menyembah berhala-berhala. Ya Rabbku, Sesungguhnya
berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia.” (Qs. Ibrahim 35-36)
Berkata Asy-Syaikh Al-Allamah Shalih al-Fauzan hafidzahullaah, yang beliau berkata : “Ketika Nabi Ibrahim
‘alaihis salaam melihat banyaknya yang mereka terjatuh dan terfitnah dengan
peribadatan kepada berhala beliau merasa khawatir (takut) terhadap dirinya,
maka beliau pun berdoa kepada Rabbnya agar diteguhkan di atas agama tauhid dan
agar tidak dipalingkan hatinya sebagaimana dipalingkannya mereka. Karena
beliau adalah seorang manusia seperti mereka dan seorang manusia tidaklah
merasa aman dari fitnah. Oleh karena itu, Nabi kita Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, yang beliau orang yang paling sempurna imannya
dan paling sempurna tauhidnya dari mereka merasa khawatir terhadap dirinya maka
beliau berdoa : “Wahai Dzat pembolak balik hati tetapkanlah hatiku pada
agamamu,” maka berkata Aisyah Ummul Mukminin kepadanya, “Apakah engkau khawatir
terhadap dirimu?” Maka berkata Rasulullah shallallahu ‘alaiohio wasallam : “
wahai Aisyah, tidaklah aku merasa aman dan hati seorang hamba itu antara dua
jari dari jemari Allah. “dan inilah dua Khalil (kekasih Allah) Ibrahim
dan Muhammad shallalhu alaihima wasallam khawatir atas agama keduanya mereka
berdoa kepada Allah supaya Allah memberikan hidayah kepada keduanya (untuk
selamat dari kesyrikkan –ed) dari apa yang banyak manusai terjatuh kepadanya.”(Duruus
fii Syarhi Nawaqidil Islam, Syaikh Shalih al-Fauzan : 37, Maktabah ar-Rusyd)
Lalu apakah kita merasa aman diri kita tidak berubah,
yang dulunya bertauhid menjadi pelaku kesyirikkan, yang dulunya diatas sunnah
menjadi pelaku bid’ah, yang dulunya tegas dengan orang-orang menyimpang
(diantaranya adalah turatsiyyin, hasaniyyin dan selain mereka) sekarang malah
bermuamalah dan membelanya.
Banyak hal yang menjadi sebab seseorang berubah, yang
tadinya berada diatas ketaatan menjadi pelaku maksiat, yang tadinya diatas
manhaj yang haq sekarang menempuh manhaj yang bathil. Diantaranya adalah tidak
menjaga dirinya dari pergaulan bebas dari teman-teman yang jelek atau
orang-orang yang menyimpang. Di bawah ini
sebagian kisah orang-orang yang telah berubah dan bergeser prinsip agamanya
gara-gara salah bergaul dengan orang-orang menyimpang, diantara kisahnya:
Muhammad Bin Al-‘Ala Abu Bakr menceritakan kepada kami
dari dari Mughirah ia berkata :
قال : حدثنا محمد بن العلاء ، قال : حدثنا أبو بكر ، عن مغيرة ، قال : خرج محمد بن السائب ، وما كان له هوى فقال : « اذهبوا بنا حتى نسمع قولهم ، فما رجع ، حتى أخذ بها ، وعلقت قلبه
“Muhammad bin As-Saib keluar –dan ia
bukan ahli bid’ah-, ia berkata : “pergilah bersama kami sampai kita mendengar
ucapan mereka (ahli bid’ah), maka ia tidak kembali sampai akhirnya ia menerima
kebid’ahan itu dan hatinya terikat dengan ucapan mereka.” (Al-Ibanah 2/470 no 476-477, Tahdzibut tahdzib 8/113)
قال أبو الوليد الباجي في كتاب فرق الفقهاء عند ذكر أبي بكر الباقلاني: لقد أخبرني أبو ذر وكان يميل إلى مذهبه الأشعري- فسألته: من أين لك هذا؟ قال: كنت ماشيًا مع أبي الحسن الدارقطني, فلقينا القاضي أبا بكر بن الطيب القاضي, فالتزمه الدارقطني وقبَّل وجهه وعينيه, فلما افترقا قلت: من هذا؟ قال: هذا إمام المسلمين والذابّ عن الدين, القاضي أبوبكر بن الطيب. قال أبوذر فمن ذلك الوقت تكررت إليه مع أبي, فاقتديت بمذهبه
Abu Walid Al-Baji’ dalam kitabnya ‘Ikhtishar Firaqil
Fuqaha’ ketika menyebutkan keadaan Abu Bakr Al-Bakillany mengatakan :“Abu Dzar Al-Harawi telah menceritakan kepadaku bahwa ia condong kepada
madzhab Al Asy’ari (firqah sesat –ed).” Maka saya tanyakan dari mana kamu
mendapatkan madzhab ini. Ia berkata : “Saya pernah berjalan bersama Abu Al
Hasan Ad-Daruquthni (Imam Daruqutniy –ed) dan kami bertemu dengan Abu Bakr bin
Ath Thayyib Al-Qadhi, lalu Ad-Daruquthni memeluknya dan mencium wajah dan kedua
matanya, maka setelah kami berpisah dengannya, maka saya bertanya (kepada
Daruquthni) siapa laki-laki tadi..?” Ia (Imam Daruquthi) menjawab : “Imamnya kaum
muslimin, pembela islam, yaitu Al-Qadhi Abu Bakr bin At Thayyib.” Abu Dzar
berkata : “Sejak saat itu saya berulang-ulang mendatanginya bersama ayahku dan
akhirnya kami mengikuti madzhabnya.” (At-Tadzikrah : 3/1104-1105 dan As Syiar : 17/558-559)
Ibnu Baththah Al-Ukbary berkata :
ولقد رأيت جماعة من الناس كانوا يلعنونهم ، ويسبونهم ، فجالسوهم على سبيل الإنكار ، والرد عليهم ، فما زالت بهم المباسطة وخفي المكر ، ودقيق الكفر حتى صبوا إليهم
“Saya pernah melihat seklompok manusia
yang dahulunya melaknat ahlu bid’ah, lalu mereka duduk bersama ahlu bid’ah
untuk mengingkari dan membantah mereka dan terus menerus
orang-orang itu bermudah-mudahan, sedangkan tipu daya itu sangat halus dan
kekafiran sangat lembut dan akhirnya terkena kepada mereka.” (Al-Ibanah : 2/470)
Setelah ini adakah yang mau mengambil pelajaran dari
hadits Nabi Shallallahu ‘alihi wasallam. Dimana Rasullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengingatkan kita dari bahaya teman duduk yang jelek:
إِنَّمَامَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِكَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِفَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّاأَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّاأَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّاأَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِإِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Sesunggunhnya perumpamaan teman duduk
yang shalih dan teman duduk yang jelek, seperti seorang pembawa (tukang minyak
wangi) dan pembuat pandai besi, maka orang yang membawa minyak wangi maka
kemungkinan minyak wangi itu mengenaimu, atau engkau membelinya atau engkau
mendapati bau yang harumnya. Dan pandai besi kemungkinan apinya akan membakar
bajumu atau engkau mendapati bau yang tidak enak.“(HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Musa al-Asy’ari)
Berkata Al Haafidz Ibnu Hajar Rahimahullah :
وفي الحديث النهى عن مجالسة من يتأذى بمجالسته في الدين والدنيا والترغيب في مجالسة من ينتفع بمجالستهفيهما
“Pada hadits ini terdapat larangan dari
bergaul kepada orang yang berdampak (jelek –ed) bagi agama dan dunia dan
anjuran untuk bergaul kepada orang yang bermanfaat bagi agama dan dunia.” (Fathul Bari : 4/324)
Berkata Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah :
فِيهِ تَمْثِيله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجَلِيس الصَّالِح بِحَامِلِ الْمِسْك ، وَالْجَلِيس السُّوء بِنَافِخِ الْكِير ، وَفِيهِ فَضِيلَة مُجَالَسَة الصَّالِحِينَ وَأَهْل الْخَيْر وَالْمُرُوءَة وَمَكَارِم الْأَخْلَاق وَالْوَرَع وَالْعِلْم وَالْأَدَب، وَالنَّهْي عَنْ مُجَالَسَة أَهْل الشَّرّ وَأَهْل الْبِدَع، وَمَنْيَغْتَاب النَّاس، أَوْ يَكْثُر فُجْرُهُ وَبَطَالَتهوَنَحْو ذَلِكَ مِنْ الْأَنْوَاع الْمَذْمُومَ
“Di dalam hadits (ini) terdapat
perumpamaan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa teman duduk yang
shalih seperti penjual minyak wangi dan perumpamaan teman duduk yang jelek
seperti pandai besi, dan di dalamnya (di dalam hadits) terdapat keutamaan
bergaul dengan orang shalih, orang yang baik, orang yang menjaga muru’ah, orang
yang mempunyai akhlaq yang mulia, orang yang wara’ dan memiliki adab dan (di
dalam hadits ini –ed) terdapat larangan dari bergaul dengan orang yang jelek,
ahlu bid’ah, orang yang mengumpat manusia, atau bergaul dengan orang yang
banyak berbuat dosa dan pengangguran dan semisalnya dari macam-macam orang yang
tercela.” (Syarh Shahih Muslim : 8/427)
Semoga Allah Ta’aalla melindungi kita semua dari
penyimpangan, pergeseran prinsip agama dan manhaj. Amin
ditulis oleh Abdullah bin Mudakir al-Jakarty
Tidak ada komentar:
Posting Komentar